Gunung Krakatau
Gunung Krakatau
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Krakatoa)
Krakatau | |
---|---|
Ketinggian | 813 m (2.667 kaki) |
Lokasi | |
Lokasi di dalam Indonesia | |
Letak | Selat Sunda, Indonesia |
Koordinat | 6°06′07″LS 105°25′23″BTKoordinat: 6°06′07″LS 105°25′23″BT[1] |
Geologi | |
Jenis | Kaldera vulkanik |
Letusan terakhir | 4 Agustus 2009 |
Krakatau (bahasa Inggris: Krakatoa) adalah kepulauan vulkanik yang masih aktif dan berada di Selat Sunda antara pulau Jawa dan Sumatra yang termasuk dalam kawasan cagar alam. Nama ini pernah disematkan pada satu puncak gunung berapi di sana (Gunung Krakatau) yang sirna karena letusannya sendiri pada tanggal 26-27 Agustus 1883. Letusan itu sangat dahsyat; awan panas dan tsunami yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Sampai sebelum tanggal 26 Desember 2004, tsunami ini adalah yang terdahsyat di kawasan Samudera Hindia. Suara letusan itu terdengar sampai di Alice Springs, Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika, 4.653 kilometer. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki di akhir Perang Dunia II.
Letusan Krakatau menyebabkan perubahan iklim global. Dunia sempat
gelap selama dua setengah hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer. Matahari bersinar redup sampai setahun berikutnya. Hamburan debu tampak di langit Norwegia hingga New York.
Ledakan Krakatau ini sebenarnya masih kalah dibandingkan dengan letusan Gunung Toba dan Gunung Tambora di Indonesia, Gunung Tanpo di Selandia Baru dan Gunung Katmal di Alaska. Namun gunung-gunung tersebut meletus
jauh pada masa ketika populasi manusia masih sangat sedikit. Sementara
ketika Gunung Krakatau meletus, populasi manusia sudah cukup padat,
sains dan teknologi telah berkembang, telegraf
sudah ditemukan, dan kabel bawah laut sudah dipasang. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa saat itu teknologi informasi sedang tumbuh dan
berkembang pesat.
Tercatat bahwa letusan Gunung Krakatau adalah bencana besar pertama
di dunia setelah penemuan telegraf bawah laut. Kemajuan tersebut,
sayangnya belum diimbangi dengan kemajuan di bidang geologi.
Para ahli geologi saat itu bahkan belum mampu memberikan penjelasan
mengenai letusan tersebut. Gunung Krakatau yang meletus, getarannya
terasa sampai Eropa.
Daftar isi
Perkembangan Gunung Krakatau
Gunung Krakatau Purba
Melihat
kawasan Gunung Krakatau di Selat Sunda, para ahli memperkirakan bahwa
pada masa purba terdapat gunung yang sangat besar di Selat Sunda yang
akhirnya meletus dahsyat yang menyisakan sebuah kaldera (kawah besar)
yang disebut Gunung Krakatau Purba, yang merupakan induk dari Gunung
Krakatau yang meletus pada 1883. Gunung ini disusun dari bebatuan andesitik.
Catatan mengenai letusan Krakatau Purba yang diambil dari sebuah teks Jawa Kuno yang berjudul Pustaka Raja Parwa yang diperkirakan berasal dari tahun 416 Masehi. Isinya antara lain menyatakan:
“ | Ada suara guntur yang menggelegar berasal dari Gunung Batuwara. Ada pula goncangan bumi yang menakutkan, kegelapan total, petir dan kilat. Kemudian datanglah badai angin dan hujan yang mengerikan dan seluruh badai menggelapkan seluruh dunia. Sebuah banjir besar datang dari Gunung Batuwara dan mengalir ke timur menuju Gunung Kamula.... Ketika air menenggelamkannya, pulau Jawa terpisah menjadi dua, menciptakan pulau Sumatera | ” |
Pakar geologi Berend George Escher
dan beberapa ahli lainnya berpendapat bahwa kejadian alam yang
diceritakan berasal dari Gunung Krakatau Purba, yang dalam teks tersebut
disebut Gunung Batuwara. Menurut buku Pustaka Raja Parwa tersebut, tinggi Krakatau Purba ini mencapai 2.000 meter di atas permukaan laut, dan lingkaran pantainya mencapai 11 kilometer.
Akibat ledakan yang hebat itu, tiga perempat tubuh Krakatau Purba
hancur menyisakan kaldera (kawah besar) di Selat Sunda. Sisi-sisi atau
tepi kawahnya dikenal sebagai Pulau Rakata, Pulau Panjang dan Pulau Sertung,
dalam catatan lain disebut sebagai Pulau Rakata, Pulau Rakata Kecil dan
Pulau Sertung. Letusan gunung ini disinyalir bertanggung-jawab atas
terjadinya abad kegelapan di muka bumi. Penyakit sampar bubonic terjadi
karena temperatur mendingin. Sampar ini secara signifikan mengurangi
jumlah penduduk di muka bumi.
Letusan ini juga dianggap turut andil atas berakhirnya masa kejayaan Persia purba, transmutasi Kerajaan Romawi ke Kerajaan Byzantium, berakhirnya peradaban Arabia Selatan, punahnya kota besar Maya, Tikal dan jatuhnya peradaban Nazca di Amerika Selatan
yang penuh teka-teki. Ledakan Krakatau Purba diperkirakan berlangsung
selama 10 hari dengan perkiraan kecepatan muntahan massa mencapai 1 juta
ton per detik. Ledakan tersebut telah membentuk perisai atmosfer
setebal 20-150 meter, menurunkan temperatur sebesar 5-10 derajat selama
10-20 tahun.
Munculnya Gunung Krakatau
Pulau Rakata, yang merupakan satu dari tiga pulau sisa Gunung
Krakatau Purba kemudian tumbuh sesuai dengan dorongan vulkanik dari
dalam perut bumi yang dikenal sebagai Gunung Krakatau (atau Gunung
Rakata) yang terbuat dari batuan basaltik. Kemudian, dua gunung api muncul dari tengah kawah, bernama Gunung Danan dan Gunung Perbuwatan
yang kemudian menyatu dengan Gunung Rakata yang muncul terlebih dahulu.
Persatuan ketiga gunung api inilah yang disebut Gunung Krakatau.
Gunung Krakatau pernah meletus pada tahun 1680 menghasilkan lava andesitik asam.
Lalu pada tahun 1880, Gunung Perbuwatan aktif mengeluarkan lava
meskipun tidak meletus. Setelah masa itu, tidak ada lagi aktivitas
vulkanis di Krakatau hingga 20 Mei 1883. Pada hari itu, setelah 200
tahun tertidur, terjadi ledakan kecil pada Gunung Krakatau. Itulah
tanda-tanda awal bakal terjadinya letusan dahsyat di Selat Sunda. Ledakan kecil ini kemudian disusul dengan letusan-letusan kecil yang puncaknya terjadi pada 26-27 Agustus 1883.
Erupsi 1883
Pada hari Senin, 27 Agustus 1883, tepat jam 10.20, terjadi ledakan pada gunung tersebut. Menurut Simon Winchester, ahli geologi lulusan Universitas Oxford Inggris yang juga penulis National Geographic
mengatakan bahwa ledakan itu adalah yang paling besar, suara paling
keras dan peristiwa vulkanik yang paling meluluhlantakkan dalam sejarah
manusia modern. Suara letusannya terdengar sampai 4.600 km dari pusat
letusan dan bahkan dapat didengar oleh 1/8 penduduk bumi saat itu.
Menurut para peneliti di University of North Dakota, ledakan Krakatau bersama ledakan Tambora (1815) mencatatkan nilai Volcanic Explosivity Index (VEI) terbesar dalam sejarah modern. The Guiness Book of Records mencatat ledakan Krakatau sebagai ledakan yang paling hebat yang terekam dalam sejarah.
Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik
dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya mencapai 80
km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran
pulau Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru.
Letusan itu menghancurkan Gunung Danan, Gunung Perbuwatan serta sebagian Gunung Rakata di mana setengah kerucutnya hilang, membuat cekungan selebar 7 km dan sedalam 250 meter. Tsunami
(gelombang laut) naik setinggi 40 meter menghancurkan desa-desa dan apa
saja yang berada di pesisir pantai. Tsunami ini timbul bukan hanya
karena letusan tetapi juga longsoran bawah laut.
Tercatat jumlah korban yang tewas mencapai 36.417 orang berasal dari 295 kampung kawasan pantai mulai dari Merak di Kota Cilegon hingga Cilamaya di Karawang, pantai barat Banten hingga Tanjung Layar di Pulau Panaitan (Ujung Kulon
serta Sumatera Bagian selatan. Di Ujungkulon, air bah masuk sampai 15
km ke arah barat. Keesokan harinya sampai beberapa hari kemudian,
penduduk Jakarta dan Lampung pedalaman tidak lagi melihat matahari. Gelombang Tsunami yang ditimbulkan bahkan merambat hingga ke pantai Hawaii, pantai barat Amerika Tengah dan Semenanjung Arab yang jauhnya 7 ribu kilometer.
Anak Krakatau
Mulai pada tahun 1927 atau kurang lebih 40 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau, muncul gunung api yang dikenal sebagai Anak Krakatau
dari kawasan kaldera purba tersebut yang masih aktif dan tetap
bertambah tingginya. Kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 0.5 meter
(20 inci) per bulan. Setiap tahun ia menjadi lebih tinggi sekitar 6
meter (20 kaki) dan lebih lebar 12 meter (40 kaki). Catatan lain
menyebutkan penambahan tinggi sekitar 4 cm per tahun dan jika dihitung,
maka dalam waktu 25 tahun penambahan tinggi anak Rakata mencapai 190
meter (7.500 inci atau 500 kaki) lebih tinggi dari 25 tahun sebelumnya.
Penyebab tingginya gunung itu disebabkan oleh material yang keluar dari
perut gunung baru itu. Saat ini ketinggian Anak Krakatau mencapai
sekitar 230 meter di atas permukaan laut, sementara Gunung Krakatau
sebelumnya memiliki tinggi 813 meter dari permukaan laut.
Menurut Simon Winchester, sekalipun apa yang terjadi dalam kehidupan
Krakatau yang dulu sangat menakutkan, realita-realita geologi, seismik
serta tektonik di Jawa dan Sumatera yang aneh akan memastikan bahwa apa
yang dulu terjadi pada suatu ketika akan terjadi kembali. Tak ada yang
tahu pasti kapan Anak Krakatau akan meletus. Beberapa ahli geologi
memprediksi letusan ini akan terjadi antara 2015-2083. Namun pengaruh
dari gempa di dasar Samudera Hindia pada 26 Desember 2004 juga tidak
bisa diabaikan.
Menurut Profesor Ueda Nakayama salah seorang ahli gunung api berkebangsaan Jepang,
Anak Krakatau masih relatif aman meski aktif dan sering ada letusan
kecil, hanya ada saat-saat tertentu para turis dilarang mendekati
kawasan ini karena bahaya lava pijar yang dimuntahkan gunung api ini.
Para pakar lain menyatakan tidak ada teori yang masuk akal tentang Anak
Krakatau yang akan kembali meletus. Kalaupun ada minimal 3 abad lagi
atau sesudah 2325 M. Namun yang jelas, angka korban yang ditimbulkan
lebih dahsyat dari letusan sebelumnya. Anak Krakatau saat ini secara
umum oleh masyarakat lebih dikenal dengan sebutan "Gunung Krakatau"
juga, meskipun sesungguhnya adalah gunung baru yang tumbuh pasca letusan
sebelumnya.
Krakatau dalam karya seni
Film
- Krakatoa, East of Java Drama, Amerika Serikat, 1969, Sutradara: Bernard Kowalski, bersama pemeran utama Maximilian Schell
- Krakatau – Ein Vulkan verändert die Welt. Doku-Drama, 2006, 45 Min., Sutradara dan naskah: Jeremy Hall, Produksi: ZDF, Laman di ZDF
- Krakatoa. The Last Days, Dokudrama, Britania Raya, 2006, 87 Min., Sutradara: Sam Miller, Produksi BBC, dengan Rupert Penry-Jones dan Olivia Williams sebagai pemeran utama. Laman di BBC
Sastera
- Syair Lampung Karam tulisan Mohammad Saleh, terbit di Singapura (1883) berbahasa Melayu.
Lihat pula
Pranala luar
- Laman di tentang Krakatau di Discovery Channel
- Koleksi foto Anak Krakatau erupsi 2011-2012
- van Sandick RA 1890. In The Realm of The Volcano. The eruption of Krakatau and the aftermath. Zutphen, W.J. Thieme & Cie. Buku daring berisi catatan-catatan seorang juru mesin pada saat Krakatau meletus
- Laman berisi penuturan saksi-saksi mata peristiwa meletusnya Krakatau 1883.
- GeoGeomagz Volume 1 No. 3
|
- ^ Dunk, Marcus (2009-07-31). "Will Krakatoa rock the world again?". London: Associated Newspapers Ltd. Diakses tanggal 2010-01-23.
Tidak ada komentar: